Bareksa.com - Kinerja Pasar Saham Indonesia yang tercermin dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menembus rekor penutupan tertinggi di 2023. IHSG ditutup naik 0,39% atau bertambah 27,9 poin menjadi 7.237,52 pada Jumat (22/12). Dalam sepekan, periode 18-22 Desember, IHSG naik 0,8%. Menurut Tim Analis Bareksa, penguatan IHSG utamanya topang window dressing dan optimisme pasar terhadap pemangkasan suku bunga Amerika Serikat (AS) mulai Maret 2024.
IHSG juga ditopang melonjaknya saham-saham farmasi seiring kembali melonjaknya kasus Covid-19. Beberapa saham berkapitalisasi pasar besar seperti PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) juga jadi saham-saham yang terbanyak ditransaksikan. Menurut Bursa Efek Indonesia, kapitalisasi pasar Bursa sepekan ini naik 0,97% menjadi Rp11,65 triliun dari pekan sebelumnya Rp11,54 triliun. Moncernya kinerja pasar saham mendorong kinerja reksadana berbasis saham, seperti reksadana saham dan indeks. Utamanya imbal hasil reksadana yang memiliki portofilo saham BBCA yang ikut terdongkrak. Saham BBCA pekan lalu masih di kisaran Rp8.600-an, namun pekan ini ditutup di Rp9.325 pada Jumat (22/12).
Selain itu, rilis data Indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) AS, yang merupakan ukuran inflasi pilihan The Federal Reserve (The Fed), naik 2,6% pada November 2023, lebih rendah dari perkiraan pasar. Hal ini menambah sentimen positif bagi pasar modal global, termasuk IHSG. Kinerja reksadana pekan ini juga dibayangi sentimen positif penguatan ekspektasi imbal hasil (yield) Oblogasi Negara Syariah (SBSN) project based sukuk (PBS). Hal itu membuat kinerja reksadana pendapatan tetap syariah pekan ini ikut moncer.
Sumringahnya pasar saham Tanah Air mendorong 2 reksadana berbasis saham jadi pendatang baru di daftar reksadana saham dan reksadana indeks unggulan Bareksa Barometer pekan ini. Menguatnya yield Obligasi Negara Syariah juga menopang dua reksadana pendapatan tetap syariah jadi pendatang baru dalam daftar reksadana pendapatan tetap unggulan Bareksa Barometer pekan ini, jelang pekan terakhir Desember 2023.
Empat reksadana pendatang baru itu yakni Batavia Dana Saham di posisi 5 daftar reksadana saham unggulan, Trimegah FTSE Indonesia Low Volatility Factor Index mengisi peringkat 4 daftar reksadana indeks unggulan, serta Majoris Sukuk Negara Indonesia dan Mandiri Investa Dana Syariah masing-masing mengisisi posisi 4 dan 5 daftar reksadana pendapatan tetap unggulan.
Batavia Dana Saham Optimal mencatat Barometer Point 4 dengan imbal hasil 2,93% setahun terakhir. Kemudian Trimegah FTSE Indonesia Low Volatility Factor Index memperoleh Barometer Point 3,5 dan imbal hasilnya 6,78% setahun. Serta Majoris Sukuk Negara Indonesia dan Mandiri Investa Dana Syariah mencatat Barometer Point masing-masing 3,5 dan imbal hasilnya masing-masing 6,29% dan 4,03%.
Top 5 Reksadana Saham Unggulan Bareksa Barometer
Reksadana Saham | Manajer Investasi | AUM November 2023 | Barometer Point | Imbal Hasil 1 Tahun |
Syailendra Equity Opportunity Fund Kelas A | Syailendra Capital | Rp317,11 miliar | 4,5 | 5,51% |
TRIM Kapital Plus | Trimegah Asset Management | Rp267,24 miliar | 4,5 | 11,47% |
BNP Paribas Ekuitas | BNP Paribas Asset Management | Rp1,05 triliun | 4,5 | 4,05% |
BNP Paribas Pesona | BNP Paribas Asset Management | Rp682,6 miliar | 4 | 2,66% |
Batavia Dana Saham | Batavia Prosperindo Aset Manajemen | Rp2,18 triliun | 4 | 2,93% |
Sumber : Tim Analis Bareksa, imbal hasil per 22/12/2023
Investasi Trim Kapital Plus di Sini
Investasi BNP Paribas Ekuitas di Sini
Investasi BNP Paribas Pesona di Sini
Top 5 Reksadana Indeks Unggulan Bareksa Barometer
Reksadana Indeks | Manajer Investasi | AUM November 2023 | Barometer Point | Imbal Hasil 1 Tahun |
Avrist Indeks LQ45 | Avrist Asset Management | Rp555,04 miliar | 4 | 5,58% |
BNP Paribas IDX Growth30 | BNP Paribas Asset Management | Rp163,28 miliar | 4 | 4,16% |
Danareksa MSCI Indonesia ESG Screened Kelas A | BRI Manajemen Investasi | Rp460,06 miliar | 3,5 | 5,74% |
Trimegah FTSE Indonesia Low Volatility Factor Index | Trimegah Asset Management | Rp30,63 miliar | 3,5 | 6,78% |
Syailendra MSCI Indonesia Value Index Fund Kelas A | Syailendra Capital | Rp864,38 miliar | 3,5 | 9,27% |
Sumber : Tim Analis Bareksa, imbal hasil per 22/12/2023
Investasi Avrist Indeks LQ45 di Sini
Investasi BNP Paribas IDX Growth30 di Sini
Investasi Syailendra MSCI Indonesia Value di Sini
Investasi Trimegah FTSE Indonesia Low di Sini
Top 5 Reksadana Pendapatan Tetap Unggulan Bareksa Barometer
Reksadana Pendaptan Tetap | Manajer Investasi | AUM November 2023 | Barometer Point | Imbal Hasil 1 Tahun |
Bahana Mes Syariah Fund Kelas G | Bahana TCW Investment Management | Rp614,5 miliar | 4 | 4,84% |
Trimegah Dana Tetap Syariah | Trimegah Asset Management | Rp110,86 miliar | 4 | 5,76% |
BNP Paribas Prima II Kelas RK1 | BNP Paribas Asset Management | Rp733 miliar | 3,5 | 5,2% |
Majoris Sukuk Negara Indonesia | Majoris Asset Management | Rp276,14 miliar | 3,5 | 6,29% |
Mandiri Investa Dana Syariah | Mandiri Manajemen Investasi | Rp108,75 miliar | 3,5 | 4,03% |
Sumber : Tim Analis Bareksa, imbal hasil per 22/12/2023
Investasi Trimegah Dana Tetap Syariah di Sini
Investasi BNP Paribas Prima II di Sini
Investasi Majoris Sukuk Negara di Sini
Top 5 Reksadana Pasar Uang Unggulan Bareksa Barometer
Reksadana Pasar Uang | Manajer Investasi | AUM November 2023 | Barometer Point | Imbal Hasil 1 Tahun |
Capital Money Market Fund | Capital Asset Management | Rp697,06 miliar | 5 | 5,35% |
Mega Dana Kas | Mega Asset Management | Rp360,95 miliar | 5 | 4,9% |
Shinhan Money Market Fund | Shinhan Asset Management Indonesia | Rp454,1 miliar | 4,5 | 4,98% |
Setiabudi Dana Pasar Uang | Setiabudi Investment Management | Rp707,09 miliar | 4,5 | 4,71% |
Avrist Ada Kas Mutiara | Avrist Asset Management | Rp123,61 miliar | 4 | 4,6% |
Sumber : Tim Analis Bareksa, imbal hasil per 22/12/2023
Investasi Capital Money Market di Sini
Investasi Shinhan Money Market Fund di Sini
Top 5 Reksadana Campuran Unggulan Bareksa Barometer
Reksadana Campuran | Manajer Investasi | AUM November 2023 | Barometer Point | Imbal Hasil 1 Tahun |
Manulife Dana Campuran II | Manulife Aset Manajemen Indonesia | 128,866,859,542.00 | 5 | 3,42% |
TRAM Alpha | Trimegah Asset Management | 110,593,854,948.00 | 4 | 5,04% |
Schroder Dana Terpadu II | Schroder Investment Management Indonesia | 894,928,682,042.00 | 4 | 5,01% |
Schroder Dana Kombinasi | Schroder Investment Management Indonesia | 569,653,598,604.00 | 3,5 | 4,16% |
Schroder Syariah Balanced Fund | Schroder Investment Management Indonesia | 89,823,070,203.00 | 3,5 | 0,75% |
Sumber : Tim Analis Bareksa, imbal hasil per 22/12/2023
Investasi Schroder Syariah Balanced di Sini
Investasi Schroder Dana Terpadu II di Sini
Investasi Schroder Dana Kombinasi di Sini
Bareksa Barometer yang biasa dijadikan acuan oleh investor dalam berinvestasi reksadana jadi makin paten, seiring pembaruan metodologinya. Dengan inovasi ini, investor jadi punya panduan lebih mantap guna mencapai target investasinya dalam meraih cuan. Menurut Tim Analis Bareksa, inovasi terbaru Bareksa Barometer ialah dari sisi penilaian kinerja reksadana berdasarkan jangka waktunya.
Jika sebelumnya jangka waktu yang dinilai hanya 4 periode yakni 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan dan 1 tahun dengan bobot masing-masing 25%, kini ditambah menjadi 5 periode yakni 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, 9 bulan dan 1 tahun dengan bobot penilaian masing-masing 20%. Metode baru ini semakin meningkatkan kualitas penilaian Bareksa Barometer. Karena itu penilaian atas kinerja suatu produk reksadana jadi semakin maksimal dan handal.
Periode | 1 tahun | 9 bulan | 6 bulan | 3 bulan | 1 bulan |
---|---|---|---|---|---|
Bobot | 20% | 20% | 20% | 20% | 20% |
Sumber : Tim Analis Bareksa
Selain itu, dari sisi benchmark atau acuan atas kinerja produk reksadana, Bareksa Barometer kini hanya mengacu pada kinerja 8 Indeks Reksadana Bareksa. Sebelumnya, penilaian juga menyertakan indeks LQ45 untuk reksadana konvensional dan Jakarta Islamic Index (JII) untuk reksadana syariah.
Ini karena Bareksa Fund Index mengukur kinerja rata-rata seluruh produk reksadana yang ada di Indonesia dari per jenis reksadana, yakni reksadana saham, campuran, pendapatan tetap dan pasar uang.
Kini penilaian kinerja suatu produk reksadana saham konvensional akan mengacu pada Indeks Reksadana Saham Bareksa dan reksadana saham syariah akan dibandingkan dengan Indeks Reksadana Saham Syariah Bareksa.
Demikian juga penilaian kinerja produk reksadana pendapatan tetap konvensional akan mengacu pada Indeks Reksadana Pendapatan Tetap Bareksa dan reksadana pendapatan tetap syariah mengacu pada Indeks Reksadana Pendapatan Tetap Syariah Bareksa.
Sebelumnya, inovasi juga telah dilakukan Bareksa Barometer. Yakni Tim Analis Bareksa memaksimalkan penilaian Bareksa Barometer dari sisi momentum pergerakan pasar. Model ini dipilih karena Tim Analis Bareksa mempertimbangkan beberapa peristiwa penting yang sangat berdampak ke pasar modal.
Di antaranya beberapa kasus di industri pasar modal, pandemi Covid-19, hingga ancaman resesi global akibat kenaikan agresif suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat (AS). Akibat beberapa peristiwa itu, pergerakan pasar saham dan obligasi menjadi sangat fluktuatif dan bergejolak, sehingga membuat investor ragu untuk berinvestasi ke aset yang lebih berisiko atau produk selain reksadana pasar uang.
Padahal, dengan strategi dan momentum yang tepat, dinamika pasar itu justru bisa dimanfaatkan untuk meraih cuan optimal. Karena itulah, Tim Analis Bareksa menyesuaikan model penilaian Bareksa Barometer guna menangkap peluang tersebut.
Meski begitu, penilaian dari sisi tata kelola yang baik (GCG) tidak mengalami perubahan dalam metode penilaian Bareksa Barometer.
(Reynaldi Gumay/Ariyanto Dipo Sucahyo/Sigma Kinasih/Christian Halim/AM)
***
Ingin berinvestasi aman di emas dan reksadana secara online yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Beli emas, klik tautan ini
- Download aplikasi reksadana Bareksa di App Store
- Download aplikasi reksadana Bareksa di Google Playstore
- Belajar reksadana, klik untuk gabung Komunitas Bareksa di Facebook. GRATIS
DISCLAIMER
Kinerja masa lalu tidak mencerminkan kinerja di masa mendatang. Investasi reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus dan fund fact sheet dalam berinvestasi reksadana.